Selasa, 03 Agustus 2010

Asyiknya Belajar Kompos

Berawal dari rasa keingintahuan yang besar, Sejak pertama kali bertemu dengan Ibu Djamaludin saat membawakan materi Kompos pada TOT Mobil Hijau Indonesia Di Kampoeng Djamoe Organik Cikarang, rasanya masih ingin belajar, tapi karena tidak mengambil no kontak ibu dan hanya memiliki email dan rasa malu yang menghantui akhirnya keinginan untuk belajar di pendam. Saat mengikuti seminar di RSP Persahabatan tidak sengaja bertemu dengan Ibu Djamal, kemudian akoE gunakan untuk menemui ibu dan keinginan untuk belajar ke Kebun Karinda. Respon yang akoE terima dari Ibu sangat baik. Katanya datang saja dan ibu meminta no hpku. Setelah seminggu berlalu Ibu Djamal menghubungi untuk datang ke Kebun Karinda ada pelatihan. Berhubung saat itu akoE ada kegiatan pameran di JCC jadinya tidak bisa hadir saat pelatihan, tetapi Ibu Djamal mengatakan datang saja ke Kebun Karinda magang sebelum program mobil hijau jalan dan sambil menunggu pengumuman. akoE sangat bahagia. Akhirnya akoE datang Ke Kebun Karinda belajar bersama bapak dan Ibu Djamaludin, Pak Niman dan Amir. Disana akoE belajar tentang pengolahan sampah organik yang akan di buat kompos.
Sedikit akoe ceitakan pengalamanku belajar disana.
Rumah tangga merupakan penghasil sampah terbesar dimana setiap orang yang manghasilkan harus bertanggung jawab. Sampah yang dibakar sangat berbahaya akan menghasilkan dioksin. Adapun dioksin terbentuk dalam pembakaran bahan yang mengandung klor pada suhu di bawah 600 C dan bersifat Karsinogenik dan mengganggu sistem reproduksi manusia.Sampah yang dikelola akan menghasilkan kompos. Pembuatan kompos disini berasal dari dua jenis sampah yakni:
1. Sampah Dapur: Dengan menggunakan KERANJANG AJAIB dengan METODE TAKAKURA. Keranjang tempat cucian dimana pada dasarnya dibuat lubang sebanyak 6 buah, kemudian diberi alas bantalan sekam atau sabut. Didalam keranjang di beri lapisan kardus untuk meyerap kelebihan air dan mempertahankan kehangatan. Adapun sampah dapur contohnya kulit buah, sisa sayuran (mengandung 80% kadar air) dan sisa makanan dipotong kecil-kecil. Pada wadah pengomposan diisi dulu dengan kompos setengah matang 1/3 wadah, lalu sampah dapur yang telah dipotong-potong dimasukkan (setiap hari) kemudian diaduk sampai tertutup kompos. Apabila basah dapat ditambahkan sampah coklat seperti dedak. Proses pengomposan berjalan apabila timbul panas. Setelah wadah penuh. 1/3 bagian bawah bisa digunakan sebagai kompos dan 2/3 bagian atas dilanjutkan prosesnya.
2. Sampah Daun: Wadah pengomposannya di buat di atas tanah dengan memakai batu merah atau batu bata, papan atau bambu, bisa juga paving block. Dipasangnya berselang seling agar aliran udara bisa masuk. Ukurannya kira-kira 80x80 cm dengan tinggi 1 meter, tetapi kata Pak Niman tergantung jumlah bahannya. Adapun prosesnya sampah haus dipilih antara oganik dan an organik. Dicampur 1 bagian sampah coklat dengan 2 lebih sampah hijau. Lalu tambahkan 1 bagian kompos matang, campurkan. siram air sampai lembap. Masukkan dalam wadah pengomposan. Unuk mengendalikan ketersediaan udara segar dan suhu dilakukan pembalikan seminggu sekali., apabila adonan kering tambahkan air secukupnya. Proses pematangan berjalan 4 minggu dimana suhu menurun dan mendekati suhu tanah jangan lupa pembalikan tetap dilakukan selama 2 minggu. Adapun tanda kompos yang telah matang seperti tidak berbau sampah, warnanya kehitaman atau coklat kehitaman dan apabila dicampurkan dengan air dalam suatu wadah (seperti botol air mineral) maka kompos akan mengendap didasar wadah . Kompos yang sudah matang kemudian diayak dari bahan-bahan yang kasar. Kompos kasar yang tertinggal di ayakan dapat digunakan sebagai kompos awal (aktifator) disebabkan mengandung mikroba pengurai sampah.

Dalam membuat kompos bakteri yang hidup harus yang aerob karena akan menghasilkan kompos sehat, tetapi apabila an aerob maka menghasilkan kompos yang tidak sehat ( komposnya berbau menghasilkan gas metan)

Adapun manfaat pengelolaan sampah organik dalam beberapa aspek antara lain:
1.Aspek Lingkungan: menjadikan lingkungan bersih, mengurangi resiko banjir dan mengurangi resiko banjir
2.Aspek Sosial: membuka lapangan kerja, meningkatkan penghasilan dan penghematan uang belanja.
3. Aspek Ekonomi: Menunjang peningkatan produktivitas hasil bumi, melepaskan ketergantungan pupuk kimia dan meningkatkan ekonomi masyarakat di desa-desa dan daerah tertinggal.

Ayo kita mulai. mulai dari hal terkecil dan mulai dari diri sendiri.